Selasa, Desember 3, 2024

Pusaka Simbol Kerajaan Pagaruyung Dan Riwayat Daulat Jang dipertoean Pagaroejoeng

More articles

History,metrotalenta.online–Tahun 1936 saat H. C. ZENTGRAAFF dan W.A.VAN GOUDOEVER melakukan perjalanan ke dataran tinggi Padang dan datang ke bekas Istana Pagaruyung, pusaka pusaka tanda kejayaan Kerajaan itu di masa lalu masih ada (lihat foto). Keris Hindu yang terkenal, pernah ditawar dengan harga sangat tinggi oleh Sultan Assahan sudah tidak ada lagi di rumah ini, yang tersisa hanya keris biasa, stempel, dan beberapa barang lainnya.

*** Daulat Jang dipertoean Pagaroejoeng ***

Jang penghabisan djadi Daulat yang dipertoean Pagarroejoeng bolèh dikata Sulthan Alief itoelah, jaitoe pada abad ke 17, soedah lebih 200 tahoen sampai sekarang; soedah itoe tida’ ada lagi ber Daulat jang di pertoean pagarroejoeng karena poetoes waris, sedang sepandjang adat, jang boléh djadi Daulat yang dipertoean, melaikan anak permaisoeri, jaitoe anak jang di dapat oléh pekawinan tida’ dengan perempoean lain melainkan „oedjoeng dengan pangkal” artinja kalau jang laki laki orang jang diandjoeng pangkal melainkan jang djadi permaisoerinja kaoemnja djoega jang diandjoeng oedjoeng dan manakala jang laki-laki orang diandjoeng oedjoeng; jang djadi permaisoerinja kaoemnja djoega jang diandjoeng pangkal; anak permaisoeri itoelah jang boléh djadi sulthan, kalau tida’ ada jang demikian poetoeslah waris.

Demikianlah poetoes waris Daulat Jang dipertoean Pagarroejoeng sesoedahnja wafat Sulthan Alief; sebab tidak ada beranak permaisoeri. Maka dibagi tigalah keradjaan olêh Soengai Tarab, Soeroeasa dan Padang Ganting; dari moelai masa itoelah „toean kadli Padang Ganting Soeloeh Béndang Kota Piliang” berpangkat „toean gadang” (grootvorst) berkota Ampat, berkota Toedjoeh berkota hingga Boekit sitoenggang Hilir, hingga moeara Takoeng Moedik, hilir berkoeda orang, moedik berkoeda kain, beramas seamas sepoero, berkerbau seekor sekandang; itoe poen oentoek politiek, maka toean kadli Padang Ganting pergilah ke Atjéh minta’ diakoe tsahnja oléh Sulthan Atjéh, hingga sepoelangnja toean kadli dari Atjéh bergelar „Sulthan Saripado Maroehoem Mangkoeto Alam Djohan berdaulat”.

Begitoepoen oléh Sulthan Atjéh, oentoek politieknja disebelah ke Agam adalah orangnja di Danau Manindjau jaitoe: Tan Besar, Rangkaja Besar, Radja Endah, Radja Doebalang; karena masa itoe beberapa tempat di pinggir-pinggir laoet soedahlah ada berkompani Belanda (O. I. C. beloem lagi bergouvernement) sedang di tahoen 1660 permoelaannja saudagar kompanie Belanda doedoek berniaga di bandar Padang, Jacob di Kouter namanja dan ditahoen 1666 permoelaan saudagar kompani Belanda menetap di Padang, Michiels nama kepala saudagarnja, ditahoen 1667 berganti dengan Jacob Joris; demikian ganti berganti sampai tahoen 1780 Jacob van Heemskerk namanja.

– 1781 bandar Padang di ambil oléh Inggeris.
– 1787 bandar Padang kembali kepada orang Belanda.
– 1794 bandar Padang diambil oléh Prantjis tetapi tiada lama laloe ditinggalkan oléh Prantjis.
– 1795 Inggeris datang jang kedoea kali mengambil bandar Padang, dan doedoek di bandar Padang sampai 23 Mei 1819 hingga adalah 24 tahoen bandar Padang dalam tangan Inggris.

Pada tahoen 1818 datanglah dari Betawi luitenant gouverneur Inggeris jang bernama Raffles pergi ke Pagaroejoeng kira-kira 20 hari lamanja moesafir di Tanah Darat, dan ditinggalkan di Simawang oléh orang besar Inggeris itoe meriamnja dengan bandéra Inggeris.

Adapoen berdirinja kembali keradjaan Pagarroejoeng itoe boléh djadi oléh politiek Inggeris jang hendak mengembalikan bandar Padang kepada orang Belanda, sedang diabad ke 17 sesoedahnja wafat Sulthan Alief tiada berdaulat pagarroejoeng lagi sebab poetoes waris jang nan permaisoeri.

Adapoen Sulthan Pagaroejoeng jang dehoeloe-dehoeloe itoe kalau berkawin dengan perempoean lain; anak dengan perampoean jang diloear itoe tida boléh naik djadi sulthan; tetapi panggilannja „daulat” djoega, atau „jang pitoean” atau „baginda”; demikianlah di Boekit Gombak dekat pagarroejoeng adalah jang pitoean toeroenan itoe.

Adapoen beliau-beliau itoe adalah orang, masing-masing hendak mendjadi Daulat Jang dipertoean pagarroejoeng hingga masing-masing beliau mentjari ‘akallah kepada isi Alam Minang Kabau soepaja di tsahkan oléh Alam beliau djadi Daulat Jang dipertoean maka beliau-beliau itoe menanam oranglah pada beberapa negeri jang akan mendjalankan politiek dan jang akan mendjadi sandi beliau djadi Daulat yang dipertoean, dinamakan orang itoe, „poetjoek” di satoe-satoe negeri itoe seperti Datoe’ Soetan di Langit di Tandjoeng Balit, mendjadi poetjoek Datoe’ nan beranam dan seperti Datoe’ Soetan di Kasik,, Datoe’ Soetan di Selajo, Datoe’ yang pitoean di Tjoepak, dan poetjoek dilain lain negeri; tetapi ada poela negeri-negeri jang tida’ maoe berdaulat kepada jang dipertoean itoe hingga tida’lah ada pangkat poetjoek di negeri itoe.

Adapoen beliau-beliau jang di Boekit Gombak itoe, ada seorang bernama Jangpitoean Bawang, terhentilah mendjalankan politiek dalam negeri Goenoeng Panindjauwan berkawin dengan perampoean dinegeri itoe, sedang jang seorang lagi pergi ke Loeak 50 kota bergelar Jangpitoean Batoe Hampar; achirnja dapatlah oléh Jangpitoean Sati, jang dinamakan orang djöega Jangpitoean itam mendjadi Daulat Jangdipertoean Pagaroejoeng bertempat di Goedam; tetapi tiada sekata Alam meradjakan; karena ada poela seorang prins jaitoe jang digelarkan orang Jangpitoean Sambajang (salih dan thaat sambajang) hendak poela mendjadi radja Alam, mendjalankan politiek dalam batin kepada orang siak-siak hingga dalam Alam Minang Kabau pada masa itoe terdjadi lagi partij, berhitam berpoetih namanja jaitoe jang partij orang siak-siak bernama „orang poetih” (padrie) dan jang partij poetjoek-poetjoek (orang adat) bernama „orang hitam” hingga terdjadilah perang-perang pada beberapa negeri dan mana orang hitam jang tertawan oléh orang poetih, didjoeal mendjadi boedaklah oléh jang membeli; dari semandjak itoelah baharoe ada berboedak boedak dalam Alam Minang Kabau, seperti terseboet dalam hikajat Pakih Sagir, (Sjech Djalaloedin) padahal sepandjang kata poesaka (adat jang diperboeat oléh ninik nan berdoea) tidak berboedak melainkan sekaliannja sama anak tjoetjoe ninik nan berdoea tegaknja sama tinggi doedoeknja sama rendah.

Masa berhitam berpoetih itoelah gouvernement ketanah Darat (tahoen 1822) membawa soldadoe atas permintaan orang hitam akan peniwaskan partij orang poetih (padrie) ïtoe, dengan perdjandjian melainkan gouvernementlah jang akan memerentah Alam Minang Kabau; kemoedian ada beberapa tahoen antaranja tertangkaplah satoe’ soerat Daulat Jangdipertoean Pagaroejoeng kepada Ali Basja (Sentot) jaitoe soerat moepakat dengan Ali Basja hendak mehalau gouvernement dari Alam Minang Kabau.

Perkara ini diserahkan oléh toean resident Steinmetz kepada rapat wakil anak boeah Alam Minang Kabau (nationale vergadering) berhimpoen di Batoe Sangkar (seperti rapat wakil orang Tjina di Sanghai beharoe ini tentangan keizer Tjina „Boen”);

Sepandjang kepoetoesan rapat wakil orang banjak, diboeang Daulat Jangdipertoean Pagarroejoeng dari Alam Minang Kabau dan dimatikan sekalian hak kekoeasaan radja itoe, dan tida’ akan diganti lagi; melainkan koempanilah jang akan gantinja dan koempanilah jang akan mendjadi perlindoengan adat; sampai sekarang masih dalam seboetan “koempani berbenteng basi Melajoe berbenteng adat”.

Sesoedah itoe diboeanglah Daulat Jangdipertoean Pagaroejoeng ke Betawi dan Ali Basja diboeanglah olèh gouvernement ke Benkoeloe.

Adapoen Jangpitoean Sambahjang masa gouvernement soedah doedoek di Tanah Darat, larilah beliau ke Moeara Lamboe, dan masa toean Besar gouverneur van den Bosch akan memboeat oendang oendang baharoe didjepoetlah beliau itoe poelang ke Alam Minang Kabau, kata orang akan diangkat djadi Daulat Jangdipitoean Pagarroejoeng oentoek politiek soepaja boléh moerah moepakat dengan seorang Daulat Jangpitoean sadja memboeat oendangoendang baharoe itoe, seperti dinegeri lain-lain diloear A. M. K. ada gampang; karena negeri boléh dikoetak katikkan oléh radja; tetapi maksoed toean V.d. B. itoe tida’lah djadi teroes, sebab dengan politiek demikian tiada akan berhatsil; karena orang Alam Minang Kabau banjak jang tidak takoet kepada Daulat Jangpitoean apalagi negeri-negeri laras Boedi Tjaniago dehoeloe dehoeloe banja’ djoega jang tida’ berdaulat ke Pagarroejoeng, melainkan jang dimoeliakannja „kata moepakat”. Maka Jangpitoean Sembahjang tida’lah djadi diangkat oléh gouvernement mendjadi Daulat Jangdipertoean Pagarroejoeng, hingga kembalilah beliau ke Moeara Lamboe; beliau itoelah bapa’ toean gadis Réno Soempoe jang di Pagarroejoeng sekarang ini; tetapi toean gadis itoe boekanlah anak Pagarroejoeng.

Sumber : Sumatraantjes
Sumber : Artikel Datoek Soetan Maharadja Dalam Oetoesan Melajoe (1911—1913).
*Penulis : Marjafri – Founder Komunitas Anak Nagari

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

iklan

iklan

Latest