Jakarta,metrotalenta.online–Komite II DPD RI menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan pakar pencemaran udara Institut Pertanian Bogor (IPB), pemerhati di bidang iklim dari CarbonEthics, pemerhati transportasi dari Institute for Transportation and Development Program (ITDP) Indonesia dan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) guna mendapat masukan yang komprehensif dari pakar maupun praktisi atas kasus pencemaran udara di beberapa wilayah di Indonesia yang menyita perhatian publik akhir-akhir ini.
“Menurut Air Quality Index (AQI), beberapa kali pada bulan Agustus 2023 DKI Jakarta menduduki posisi pertama sebagai kota dengan udara terkotor di dunia.Tak hanya DKI Jakarta, polusi udara di beberapa daerah Indonesia juga masuk dalam kategori kualitas udara yang tidak sehat,” kata Aji Mirni Mawarni saat membuka rapat yang berlangsung di Gedung DPD RI, Senayan Jakarta, Senin (11/9/2023).
Aji Mirni Mawarni yang merupakan Wakil Ketua Komite II DPD RI menambahkan, per September 2023, kawasan di Indonesia seperti Jambi, Palembang, Tangerang Selatan, Palangkaraya, Serpong, dan Karawang masuk dalam 10 besar kawasan paling berpolusi di Indonesia. Aji juga memaparkan hasil kajian tentang berbagai penyebab tingginya polusi terutama di Jakarta.
“Dari berbagai riset yang menjadi sumber utama polusi di Jakarta adalah asap kendaraan. Setelah asap kendaraan, kemudian PLTU Batubara, pembakaran terbuka (pembakaran sampah), dan kegiatan konstruksi,” tutur Senator asal Kalimantan Timur ini.
CEO Carbonethics, Agung Bimo Listyanu menyarankan program dekarbonisasi sebagai solusi untuk mengatasi pencemaran udara. Dekarbonisasi sendiri merupakan langkah-langkah alternatif dalam mengatasi sumber emisi dan meningkatkan kualitas udara melalui restorasi ekosistem.
“Penerapan dekarbonisasi dalam jangka pendek dapat dimulai dengan cara pengendalian emisi dari sumber penghasil polusi. Adapun untuk jangka panjangnya dapat berupa restorasi ekosistem karbon biru, untuk di Jakarta salah satunya dengan pemeliharaan hutan mangrove,” lanjut Bimo.
Sementara itu, Plh.Ketua Dewan Harian PDPI, Arif Santoso menyarankan masyarakat agar kembali menggunakan masker atau respirator saat melakukan aktivitas diluar rumah. Masker yg digunakan diharapkan memiliki kemampuan filtrasi partikel yang maksimal (kemampuan filtrasi ≥ 95%), seperti masker N95,KN95,dll. Masker dengan kemampuan filtrasi yang tinggi dapat mengurangi resiko paparan penyakit yang diakibatkan oleh pencemaran udara.
“Keluhan dari pasien rumah sakit yang sering muncul sejak naiknya tingkat pencemaran udara yaitu, iritasi mukosa seperti mata merah, bersin dan ISPA. Namun apabila pencemaran udara tidak segera ditanggulangi dalam jangka panjang dapat berakibat serius pada kesehatan seperti, penurunan fungsi paru, resiko alergi, asma bahkan kanker,” tuturnya.
Richard Hamonangan Pasaribu menilai penanggulangan pencemaran udara tidak hanya berupa dorongan kepada masyarakat untuk menggunakan transportasi umum. Lebih dari itu diperlukan penerapan kebijakan non populis dari Pemerintah Pusat.
“Pemerintah dapat mengambil peran aktif misalnya menaikan pajak progresif, kendaraan dan mewajibkan setiap gedung atau tempat usaha menyisakan ruang untuk penghijauan,” ujar Richard yang juga merupakan Senator asal Kepulauan Riau.**hes