Sawahlunto,metrotalenta.online–Berkunjung ke world heritage Sawahlunto, wisatawan akan disajikan dengan koleksi bangunan-bangunan heritage yang menjadi saksi sejarah berkembangnya kota Sawahlunto itu sendiri. Salah satunya Masjid Agung Nurul Islam yang berdiri gagah dipusat kota lama. Mengunjungi Masjid Agung Nurul Islam, sama halnya dengan mengulik sejarah kota Sawahlunto, peninggalan Kolonial Belanda yang masih sangat kental berpadu dengan balutan Islami. Masjid yang sangat erat kaitannya dengan sejarah kota, saat ini masih terus terjaga oleh masyarakatnya sehingga membuat masjid ini tetap kokoh berdiri ditengah pesatnya perkembangan kota.
Masjid Agung Nurul Islam Sawahlunto menjadi menarik dikarenakan lokasi pembangunan Masjid, yang awalnya merupakan Pembangkit Listrik ( Electriciteits Centrale) yang generatornya digerakkan dengan tenaga uap (PLTU). Electrische Centrale atau sentral listrik Kubang Sirakuak itu sendiri dibangun oleh Kolonial Belanda direntang waktu 1894 – 1898 dan merupakan PLTU terbesar Hindia Belanda pada zaman tersebut. Dan peninggalan dari PLTU yang sampai hari ini masih dipakai, yakni Cerobong asap bekas pembangkit listrik zaman Hindia Belanda yang merupakan central listrik terbesar di zaman itu, kini menjadi menara Masjid Agung Nurul Islam Kota Sawahlunto. Dulu untuk mengeluarkan gas buang dari boiler pembangkit listrik itu dibangun 2 cerobong asap, satu dari besi setinggi 40 meter dan satu lagi dari beton bertulang yang tingginya 70 meter dari dasar hingga ke puncak dengan diameter dalam 2,50 meter.
Cerobong yang dibangun oleh perusahaan N.V Beton Maatschappij direntang tahun 1894 – 1898 itu menjadi satu-satunya di Hindia Belanda yang terbuat dari beton bertulang kini menjadi menara dari Masjid kebanggaan masyarakat Sawahlunto
Bangunan Mesjid Agung Nurul Islam juga termasuk dalam situs warisan dunia UNESCO yang disahkan pada tahun 2019 lalu. Selain cerobong asap PLTU yang berubah fungsi menjadi menara mesjid, kubah – kubah mesjid ini juga unik dengan arsitektur lama. Sementara tiang – tiang dalam bangunan juga masih terjaga keasliannya. Masjid dengan lebar 60 x 60 meter tersebut memiliki 1 kubah utama (besar) dan 4 kubah penunjang (kecil) hingga saat ini Masjid Nurul Islam masih eksis sebagai tempat ibadah dan juga sebagai sarana tempat berbagai kegiatan keagamaan.
Menurut data Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Sumatra Barat (Sumbar), usai tidak difungsikan lagi, PLTU itu dijadikan sebagai pabrik perakitan senjata oleh pejuang Sawahlunto diawal – awal kemerdekaan . Dan pada tahun 1952, atas kesepakatan berbagai pihak di atas tapak bangunan sentral listrik itu dibangun sebuah masjid, dan dinamai Masjid Agung Nurul Islam.
Tetua di sekitar komplek Mesjid Haji Sinin menceritakan, selain pernah jadi PLTU, Mesjid itu juga pernah dijadikan sebagai gudang atau tempat penyimpanan senjata pada masa pergolakan atau diawal awal kemerdekaan.
“Di bawah Mesjid ini ada ruangan besar yang jarang diketahui orang dan juga hampa udara. Dulu para musuh datang dari arah puncak polan arah (Kabupaten) Sijunjung sekarang. Lokasinya persis di depan mesjid, jadi pergerakan musuh terlihat,” jelasnya berkisah.
Dia juga menambahkan Mesjid ini berada persis berada di pinggiran Batang Lunto. Salah satu sungai yang membelah pusat kota Sawahlunto. Dulunya air Batang Lunto sangat besar. Namun sekarang debit air sungai kecil karena ketika pembangunan rel kereta api zaman dahulu, alirannya dialihkan.
Hingga saat ini, berbagai kegiatan keagamaan rutin dilaksanakan masjid ini, pengajian oleh anak panti asuhan dan TPA juga rutin setiap hari. Wirid mingguan bersama, majelis Taklim seminggu sekali dan kultum menjelang sholat zuhur serta rumah tahfiz. Selain itu, aktifitas lainnya adalah sebagai tempat Qurban pada Hari Raya Idul Adha, termasuk dalam bulan Ramadan, ada pembagian takjil serta aktifitas ibadah Bulan Ramadan dan iktikaf ketika 10 akhir Ramadan.
*marjafri