Minggu, Desember 22, 2024

Mahyudin Wakil Ketua DPD RI Lakukan FGD Di Bali

More articles

 

Denpasar,metrotalenta.online–Dewan Perwakilan Daerah pada (Jumat, 25/8/23) melangsungkan kegiatan Forum Group Discussion yang melibatkan mahasiswa stakeholder pemerintah daerah di lingkungan Bali. Kegiatan ini diselenggarakan untuk menjaring masukan, gagasan, pikiran-pikiran yang konstruktif dan subtantif serta peta jalan terkait agenda proposal ketatanegaraan DPD RI. Tujuan dari FGD ini menghasilkan rekomendasi untuk memperkaya dan memperkuat narasi agenda proposal ketatanegaraan DPD RI. Kegiatan tersebut berlangsung Kantor Perwakilan DPD RI Provinsi Bali bertajuk “Memperkuat Sistem Ketatanegaraan Sesuai Rumusan Pendiri Bangsa Berdasarkan Pancasila”

Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Mahyudin, menyebut, ketimpangan dan disparitas masih terjadi di Indonesia saat ini. Meski Indonesia sudah merdeka 78 tahun, namun masih banyak rakyat yang belum menikmati hasil kemerdekaan itu.

Bahkan, menurut Mahyudin, internet dan listrik masih menjadi “barang langka” di beberapa daerah. Sebagian warga seperti di Kalimantan, terpaksa belanjanya ke Malaysia, berjalan kaki. Masalah keadilan dan kesenjangan masih menjadi pekerjaan rumah besar bangsa ini.

“Ketimpangan pembangunan juga terlihat di ibukota. Di Jakarta banyak jembatan tanpa sungai, sementara di daerah lain banyak sungai yang engggak ada jembatannya. Saya lihat kesenjangan begitu tinggi. Kuncinya keadilan yang belum merata,” sentil tokoh asal Kalimantan Timur ini.

Karenanya, peran DPD menjadi sangat penting sebagai representasi daerah. Negara yang besar seperti Indonesia tidak bisa meniadakan keterwakilan daerah. Wacara pembubaran DPD pun, menurutnya sebuah pikiran sesat.
“Boleh saja merubah nama lembaga ini, tapi rohnya harus tetap ada,” ucapnya.

DPD kata dia, mestinya sebagai regional representative, agar diperkuat agar menjadi seimbang dengan kekuatan DPR. Sehingga daerah-daerah lebih berdaya dan bisa menghapus disparitas.

Dalam kesempatan yang sama, Mangku Pastika, Anggota DPD RI Perwakilan Bali, mengatakan diskusi ini untuk mencari bentuk dan posisi DPD yang pas dalam sistem ketatanegaraan. Sebab posisi DPD dalam sistem ketatanegaraan dengan UU yang ada masih lemah.

Padahal dulu DPD dibentuk sebagai lembaga penyeimbang antara eksekutif dan legislatif agar tidak ada dominasi, baik dominasi eksekutif atau dominasi legislatif.

“Sekarang yang terjadi mereka malah bersatu. DPD ya tidak bisa apa-apa. Jadi hasil pengawasan, pembahasan peraturan perundang-undangan, aspirasi dari rakyat itu bentuknya hanya sebagai bahan pertimbangan, rekomendasi baik kepada DPR maupun pemerintah,” jelasnya.

“Kekuatan ‘memaksanya’ tidak ada. Akibatnya ya suka-suka, banyak yang lolos, apa yang menjadi maunya pemerintah dan maunya DPR. Kalau pemerintah sudah mau, dan DPR setuju ya jalanlah itu. Padahal banyak yang dianggap merugikan kepentingan daerah,” tambah Mangku Pastika.

Menurut Mangku Pastika, padahal DPD tugasnya mewakili daerah. Hal inilah yang sedang dibicarakan, diperjuangkan. Mestinya DPD punya undang-undang sendiri, tidak masuk dalam MD3.

Kalaupun masuk, harus ada kewenangan yang sejajar, setara supaya bisa menjalankan fungsi penyeimbang. “Sekarang kan tidak seimbang. DPD hanya memberi pertimbangan, seolah-olah subordinate, bawahan. Harusnya posisinya sama. Untuk perubahan itu hanya bisa dilakukan melalui UU,” pungkasnya.

FGD ini mengangkat tema dihadiri sejumlah Anggota DPD RI dari beberapa daerah di Tanah Air juga Anggota DPD RI Dapil Bali Dr. Mangku Pastika selaku tuan rumah serta puluhan akademisi dan mahasiswa. Tampil sebagai narasumber Edward Thomas Lamury dan Eka Fitriantini.

Dalam diskusi mengemuka sejumlah masalah di antaranya Indonesia dengan Hiper Regulasinya sebagaimana disampaikan narasumber, Eka yang merupakan peneliti dan akademisi ini. Di tahun 2023 ini ada 51.955 Regulasi, Undang-Undang sebanyak 1.745, Peraturan Pemerintah Pengganti UU (217), Peraturan Pemerintah (4.855), Peraturan Presiden (2336), Peraturan Menteri (18.201) Peraturan Badan/Lembaga (5.787) dan Peraturan Daerah sebanyak 18.814.

“Hiper regulasi ini berpotensi menyebabkan tumpang tindih peraturan. Akibatnya dapat menghambat pertumbuhan ekonomi, memperpanjang jalur birokrasi, menghambat investasi dan kemudahan berusaha,” ungkapnya. FGD juga turut dihadiri anggota DPD dari berbagai provinsi.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

iklan

iklan

Latest