Lima puluh kota,metrotalenta.online–Ketua DPRD Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) Supardi membuka Focus Group Discussion (FGD) Diskusi Kelompok Terpumpun Menggali Potensi Budaya Maek, Kecamatan Bukik Barisan Kabupaten Limapuluhkota di Kenagarian Maek selama dua hari (20-21/7).
Dalam kesempatan tersebut terungkap, Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) akan melakukan Radiocarbon dating untuk mengetahui usia gugusan menhir yang terletak di Nagari Maek.
Radiocarbon dating merupakan metode penelitian yang memperkirakan usia obyektif bahan berbasis karbon yang berasal dari organisme hidup. Metode ini sangat cocok untuk diaplikasikan guna menentukan usia benda purbakala yang telah mencapai ribuan tahun.
“ FGD yang melibatkan para pakar dan pemangku adat ini, bertujuan untuk memecahkan misteri Maek yang belum terpecahkan hingga sekarang. Jadi kita sepakat untuk mengangkat Maek menjadi objek destinasi peradaban tertua di nusantara dan dunia,” katanya.
Dia mengatakan dua bulan yang lewat dirinya datang ke Maek dan bertemu dengan salah seorang tokoh masyarakat, dari perempuan itu terungkap, sudah banyak pakar-pakar yang datang, namun belum ada hasil penelitiannya yang mebuahkan hasil. Pada tahun 1985 UGM juga mengabil beberapa sampel yaitu gigi,tengkorak kepala dan tanah untuk diteliti, namun hingga sekarang belum ada hasil.
“ Jadi saya sudah datang ke UGM untuk melihat sampel itu secara langsung, hingga sekarang masih ada,” katanya.
Untuk lebih memperdalam, pihaknya datang ke BRIN dan menemui kepala untuk mengurus situs-situs pra sejarah, bahkan mereka berencana untuk melakukan Radiocarbon dating, sehingga tengkorak itu akan di autopsi kembali untuk menentukan usia dari fosil itu.
Tidak hanya peradaban, pihaknya juga ingin mengungkapkan misteri menhir yang ada di Maek telah berumur berapa tahun.
Jadi dengan metode penelitian yang dilakukan oleh BRIN, bisa dilakukan di Indonesia atau Amerika, kalau di sini bisa, namun waktunya panjang dan sering tidak diakui dunia, sementara di Amerika waktunya satu atau dua bulan namun harus membayar untuk satu sampel.
Beberapa fosil yang tersimpan di UMG itu layak untuk dilakukan Radiocarbon dating, namun tinggal memikirkan untuk membayar sampel itu, satu sampel itu kisaran Rp 15 juta, tiga sampel itu Rp 45 juta,” katanya.
Dia mengatakan, angka nya tidak terlalu mahal, namun kita tidak menggarkan dalam komposisi APBD Sumbar. Namun untuk penelitian itu BRIN tidak hanya menerima uang pemerintah saja, namun juga pihak swasta.
“ Jadi pihak BRIN hingga UNESCO sangat tertarik untuk menggali hal-hal yang ada di Maek,”katanya.
Pihak nya juga mengunjungi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, bahkan mereka berkomitmen untuk mengangkat Maek untuk menemukan sejarah baru peradaban di Indonesia. Dulu pada tahun 1985 menhir di sini lebih dari empat ribu dan banyak tersebar. Namun, karena masyarakat tidak tahu itu batu apa, digunakanlah untuk keperluan pondasi, tempat duduk di rumah, dan lain-lain.
Dari jumlah sebanyak itu artinya ada banyak manusia yang telah dikuburkan di daerah ini dan bisa disimpulkan bahwa Maek dahulunya merupakan peradaban besar yang ada sebelum tahun masehi.
Jadi untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan optimalisasi pembangunan pariwisata di Sumbar , pihaknya melaksanakan sejumlah kegiatan besar seperti FGD dan yang lainya. Kenapa FGD yang melibatkan tokoh adat Maek dan lainya karena, kita tidak ingin terjadi sejarah kelam ketika Maek menjadi destinasi internasional, masyarakat setempat tidak menjadi penonton saja, namun ikut mengelola tanpa melibatkan pihak lain.
Sementara itu Kepala Dinas Kebudayaan Sumbar Saifullah mengatakan, kita mengapresiasi kepedulian banyak pihak untuk pelestarian peninggalan situs kebudayaan yang dilindungi, termasuk Ketua DPRD Sumbar. Banyak misteri yang belum terungkap pada Kenagarian seribu menhir Maek ini belum terungkap, sehingga kegiatan ini penting dilaksanakan.
” Jadi dalam pelestarian situ warisan itu ada tiga yaitu perlindungan, pemeliharaan hingga pelikasikan, semoga FGD ini memberikan banyak manfaat,” katanya.
Kegiatan tersebut dihadiri oleh pakar-pakar, salah satunya pakar pariwisata dunia Ridwan Tulus.