Kamis, April 25, 2024

Daulat Yang Dipertuan Parit Batu Het Minangkabausche Gebied

More articles

Pasaman, Metrotalenta.online-Daulat Yang Dipertuan Parit Batu Het Minangkabausche Gebied, Selain administrasi pemerintahan, di Parit Batoe juga di dapati sistem administrasi adat yang sangat kuat.

Kepala distrik tertinggi yang menduduki posisi Pangeran pada masa kedatangan pemerintahan (Belanda*red) ke sini adalah Daulad jang Dipertoean di Parit Batoe. Ia tetap diakui sebagai kepala adat tertinggi, meskipun segala upaya telah dilakukan oleh wakil-wakil penguasa Belanda untuk menurunkannya dari posisi itu. Dia adalah orang yang darinya semua pucuk atau raja lain di daerah ini memiliki kemerdekaan sendiri di bawah supremasinya .

Berikut Uraian singkat tentang pengendali adat di bawah ini :

Daulad Jang Dipertoean di Parit Batoe adalah pemimpin Pengadilan Adat tertinggi di yurisdiksi ini: Hakim nan IX.

Selama masa jabatannya , beberapa hal penting telah diputuskan oleh pengadilan adat ini.
Pertama, kasus Kinali (soekoe Djambak kontra soekoe Koto) yang diputuskan oleh kepala pemerintahan daerah, menyusul pengaduan pihak yang kalah bahwa tidak ada alasan untuk ikut campur dalam perkara itu, sebagaimana yang telah diputuskan oleh pengadilan adat yang berwenang.

Selain itu, kasus:
1. Sabaudin, wd. penghoeloe kepala Sasak contra Noerdin dan gelar Datoek Sinaro Mangkuto, dimana kedua belah pihak berhak untuk menyandang gelar ini secara bergiliran (berlêgar). Terserah para pihak untuk memutuskan siapa yang harus menyandangnya terlebih dahulu. Jika mereka tidak bisa mencapai kesepakatan, mereka bisa memohon keputusan kepada Hakim nan IX. Sejauh ini mereka belum mencapai kesepakatan dan keputusan Hakim nan IX juga belum diminta.

2. Datuk Mangkuto Alam dan Datuk Pado Api (Tinggam Sinurut) versus Sutan Kabar gelar Tuankoe Nan Sati, pucuk di Sinurut. Datuk Mangkuto Alam memenangkan perkara ini.

3. Simpang (Kadjai) versus Datuk Sati dan beberapa penghulu di Kajai yang mengklaim bahwa keempat penghulu Tinggam berada di bawah Datuk Sati. Para penghulu Tinggam dapat dengan jelas menunjukkan bahwa mereka berada langsung di bawah penghulu Besar Aur Kuning dan dengan demikian langsung berada di bawah Daulad jang Dipertoean.

4. Datuk Sati (Tinggam-Kadjai), yang mengaku sebagai pucuk atau raja di Kajai, dengan alasan bahwa sebagian dari nenek moyang mereka adalah kepala laras.
Permintaan untuk diakui itu ditolak .
* Penolakan itu termuat dalam lembar Referensi yang dibuat pada surat letnan sipil gubernur distrik Ophir Di ‘t Veld tanggal 21 Juni 1853, ditujukan kepada asisten residen Air Bangis dan Rau di Air Bangis, di mana ia menulis: “Memang benar bahwa dia (yaitu kepala laras Tuanku Sati dari Tinggam) pada saat pemisahan laras Pasaman, diangkat dari pangkat penghulu biasa menjadi “Radjo” menurut laras yang baru dibentuk, tanpa
terlebih dahulu melalui proses konsultasi / permufakatan rakyat , langsung oleh wakil gubernur saat itu dan para penghulu itu secara tidak langsung masih sama dengan sebelumnya dalam hal pangkat dan sakko mereka; tapi begitu laras head dibentuk ,
pemerintah telah berulang kali dan dengan tegas memerintahkan kepada para penghulu dan anak di bawah umur untuk mengakui dan mematuhi .

Dengan SK Gubernur Sipil dan Militer Pantai Barat Sumatera tanggal 2 Mei 1850 No. 914, maka lahirlah laras baru ini.”

Selain itu, berikut hal-hal ini sangat penting lainnya :
1. kasus Tjoebadak, di mana sekelompok kecil pelanggar adat ingin menggantikan posisi Radja Sontang sebagai pucuk di sana.
Oleh mayoritas penduduk, Radja Sontang terpilih sebagai kepala negri Tjoebadak dan sejak itu terjalin perdamaian di kalangan orang dalam negri itu.

2. Kasus di Taloe tentang gelar Tuankoe Besar, yang dikaitkan dengan Tangiang gelar Ankoe Moeda, penghoeloe kepala Taloe.

3. Perselisihan di Sungei Aur, di mana seorang Tuanku Mudo mengaku sebagai pucuk dan telah menyandang martabat ini , ia juga putra mantan kepala laras oleh penghulu kepalanya saat itu. Pucuk Tuankoe Sembah yang sebenarnya dikembalikan ke posisi kejayaannya.

4. Pengangkatan pucuk di Muara Kiawai si Galib gelar Soetan di Kenaikan atau disebut juga Soetan Madjolelo di Parit Batoe.

Selain perkara-perkara besar tersebut, banyak pula perkara adat kecil yang diputuskan oleh Daulad serta Hakim nan IX. Semua keputusan ini sangat penting dalam menjaga ketertiban dan ketenangan di distrik ini. Oleh karena itu komandan administrasi diminta untuk selalu menjaga hubungan dekat dengan kepala adat (para Daulad), Hakim nan IX dan para pucuk.

Dalam sumber data ini juga di tuliskan bahwa jika hubungsn ini diabaikan, tata kelola yang baik tidak mungkin dapat berlangsung di yurisdiksi ini. Dengan menghormati dan mendukung pemerintahan adat, ketertiban dan ketentraman akan terjamin dan jika pihak pemerintah melakukannya, dapat dipastikan kasus tahun 1926-1927 tidak akan terulang lagi .

Sebelumnya Letnan Gubernur In ‘t Veld pernah menulis tentang hal ini dalam suratnya pada tahun 1853 sebagai pedoman namun tidak diindahkan oleh pejabat pemerintahan setempat.

Sumber = BESLISSINGEN OMTRENT TITELS EN RANGEN IN OPHIR
* Marjafri

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

iklan

iklan

Latest