Jakarta,Metrotalenta.online–BULD DPD RI Menyoroti Perda Dan Raperda Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah,BULD memandang penerapan kebijakan pajak daerah dan retribusi daerah dikhawatirkan akan memunculkan persoalan yang akan berdampak terhadap melemahnya kemandirian fiskal daerah, terjadinya ketimpangan PAD, dan terjadinya potential loss pendapatan daerah.
“DPD RI menyoroti kewenangan yang diberikan kepada pemerintah daerah dalam pemungutan PDRD berpotensi bermasalah khususnya mengenai Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) dan Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT)”, ucap Ketua BULD Stefanus BAN Liow saat RDPU dengan Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Investasi/BKPM di Gedung DPD RI, Jakarta, Rabu (5/4).
Untuk mengantisipasi hal tersebut, sambung Stefanus, diperlukan materi muatan yang lebih rigid bagi pemerintah daerah kabupaten/kota ketika nantinya harus mengelaborasi lebih lanjut ke dalam manajemen pajak daerah atas ketentuan Pasal 38 UU HKPD “Potensi permasalahan diperkirakan berakar pada redesain kebijakan UU HKPD dimana dilakukan reklasifikasi 5 (lima) jenis pajak berbasis konsumsi menjadi 1 (satu) jenis pajak yakni PBJT” jelas Stefanus.
BULD DPD RI memandang bahwa pengelolaan keuangan daerah khususnya menyangkut pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah, pengaturan hukumnya mesti dituangkan dalam perangkat peraturan perundang-undangan (legal aspect) yang memiliki nilai yuridis-normatif maupun yuridis-sosiologis.
“Mengingat adanya tenggat waktu bagi pemerintah daerah untuk segera menetapkan peraturan daerah yang mengatur pelaksanaan pelimpahan kewenangan tersebut, penting untuk mengetahui sampai sejauh mana perumusan Peraturan Pemerintah sebagai turunan dari UU HKPD (terdapat 22 norma yang didelegasikan UU HKPD, untuk selanjutnya diturunkan melalui peraturan menteri baik di Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Keuangan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat), khususnya mengenai Ketentuan Umum tentang Tata Cara Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah”, tambah Stefanus.
Pada kesempatan itu, Anggota DPD RI asal Provinsi Riau Intsiawati Ayus menilai tenggat waktu penetapan peraturan daerah harus disusun “Target RPP yang akan disahkan dalam waktu dekat merupakan berita baik bagi kita, namun perlu kejelasan tentang sanksi yang akan diterima daerah jika telat dalam penyusunan Perda dan Raperda, apa akan ada toleransi waktu? berapa lama?” kata Intsiawati.
Jika berbicara deskresi, menurut Intsiawati perluasan diskresi kepada Pemerintah Daerah untuk dapat dimanfaatkan dalam rangka intensifikasi dan ekstensifikasi pajak daerah, termasuk penentuan objek dan tarif pajak. Diskresi diberikan dengan tetap memperhatikan payung hukumnya.
“Diskresi justru menjadi objek dan tarif pajak itu sendiri. Saat bicara objek pajak dan tarif pajak untuk daerah, lain lubuk lain ilalang, apakah sudah ada panduan yang jelas dan bebas terkait diskresi ini, Imbuh Intsiawati.
Di kesempatan yang sama, Dirjen Perimbangan Keuangan, Kementerian Keuangan Luky Afirman menjelaskan bahwa pemerintah senantiasa berupaya membantu Pemda dalam menyiapkan pelaksanaan pemungutan PDRD sesuai UU HKPD antara lain melakukan sosialisasi dan diseminasi kepada Pemerintah Daerah.
“Untuk mendukung kemudahan berusaha di daerah, pemerintah telah metetapkan 52 peraturan turunan dari UU Cipta Kerja yang di antaranya terdapat 8 peraturan terkait dengan perizinan berusaha”, jelas Luky.
Untuk itu, pemerintah berharap agar DPD RI melalui BULD dapat bekerja sama dalam sosialisasi peraturan mengenai pemungutan PDRD kepada pemerintah daerah.
Jakarta, 5 April 2023
Informasi lebih lanjut hubungi
Nama: Taufik Jatmiko
Jabatan: Kepala Bagian Pemberitaan dan Media
No. HP: 081386490160
Telp: 02157897323