Metrotalenta.online–Wakil ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Sultan B Najamudin meminta otoritas Jasa keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI) segera menindaklanjuti permintaan Presiden Joko Widodo terkait sistem Credit Scoring Pembiayaan UMKM.
Hal ini disampaikan Sultan menyusul adanya perkiraan Gubernur BI Perry Warjiyo terkait pertumbuhan kredit tahun ini akan berkisar 9%-11% atau tidak sampai dengan target yang sebelumnya ditetapkan 10%-12%.
“Kita semua tentu menyadari bahwa Jaminan kredit perbankan masih menjadi ganjalan pertumbuhan kredit para pelaku usaha kecil menengah. Sehingga Dukungan modal usaha atau kredit terhadap UMKM harus terus didukung dengan pendekatan pembiayaan berbasis penilaian kelayakan usaha atau Scoring kredit”, ujar Sultan melalui keterangan resminya pada Kamis (07/09).
Menurut Sultan, akses UMKM terhadap pembiayaan dan kredit lembaga keuangan khususnya perbankan masih sangat rendah. Porsi pembiayaan UMKM kita masih di angka 20 an persen, masih jauh dari target pemerintah yang menetapkan 30 persen pada 2024.
“Kami mendorong otoritas moneter dan otoritas keuangan Nasional untuk mengkaji dan mempertimbangkan secara rinci usulan Presiden Jokowi soal penerapan sistem Scoring Credit. Meskipun saat ini potensi gagal bayar atau angka NPL perbankan masih cukup baik”, urainya.
Meski demikian, mantan ketua HIPMI Bengkulu itu juga meminta agar pelaku UMKM untuk menerapkan sistem laporan keuangan secara baik. Pelaku UMKM tidak boleh abai dengan manajemen keuangan usahanya jika ingin mendapatkan kepercayaan kredit dari perbankan.
“Pelaku usaha di segala level harus memiliki paradigma dan mindset berusaha yang profesional. Dengan laporan keuangan yang baik dan akuntabel, kita dapat mengukur tingkat perkembangan usaha dan sebagai rujukan dalam proses pengambilan keputusan bisnis”, tutup Sultan.
Diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) pernah meminta agar semua penyaluran kredit usaha rakyat (KUR) bisa dilakukan tanpa agunan (jaminan). Sebelumnya permintaan ini telah ia sampaikan kepada menteri yang bersangkutan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI).