Terkuak-inilah antara lain yang dipegang teguh oleh Febri Diansyah, S.H. seorang aktivis anti-korupsi Indonesia yang pernah menjabat sebagai Kepala Biro Hubungan Masyarakat Komisi Pemberantasan Korupsi atau yang lebih dikenal sebagai Juru Bicara KPK.
Menurutnya, profesi praktisi hukum, seperti: Advokat, Pengacara, Penasehat Hukum, Konsultan Hukum atau pun istilah lain, seperti kuasa hukum dan pembela adalah merupakan istilah kepada para ahli hukum sebagai profesi yang mulia (officium nobile).
Hal tersebut, sesuai dengan undang-undang No. 18 Tahun 2003 Tentang Advokat, di mana sebagai profesi yang mulia (officium nobile), Advokat haruslah selalu berpegang teguh pada aturan perundang-undangan yang berlaku, dan selalu bersikap dan bertindak sesuai dengan etika profesi.
Sebab, hubungan antara etika dan profesi hukum sangatlah erat, dengan etika inilah para Advokat dapat melaksanakan tugas (pengabdian) profesinya dengan baik untuk menciptakan penghormatan terhadap martabat manusia yang pada akhirnya akan melahirkan keadilan di tengah-tengah masyarakat berdasarkan fakta.
Febri Diansyah, pria Kelahiran Padang tepatnya Payakumbuh, 39 tahun silam, (8 Februari 1983) yang menyelesaikan sekolah Lanjutan atasnya di SMA Negeri 4 Padang (2000) dan Pendidikan hukumnya di Universitas Gadjah Mada (2002–2007).
Febri juga pernah menjadi aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW) sejak tahun 2007. Setelah itu, Febri memilih menjadi Pegawai Fungsional Direktorat Gratifikasi KPK, hingga ia diangkat menjadi Kepala Biro Humas KPK tahun 2016.
Menurutnya, advokat dan pengacara memiliki makna yang sama dan hal ini telah dituangkan di dalam Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat (UU Advokat) di mana advokat, penasihat hukum, pengacara praktik, dan konsultan hukum, semuanya disebut sebagai Advokat.
Diketahui, Febri Diansyah selain merupakan lulusan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta tahun 2007, pada tahun yang sama, dia juga bergabung dengan Indonesia Corruption Watch (ICW), dan sebelumnya jejak karir Febri juga pernah bergabung bersama Indonesia Court Monitoring (ICM), Yogyakarta.
Dikatakannya, kuasa hukum dalam profesi hukum bertugas sebagai pendampingan atau mewakili pihak yang berperkara di pengadilan secara objektif.
Kuasa hukum ini umumnya diwakili oleh Advokat.
Kuasa hukum juga dapat diartikan sebagai seseorang yang memiliki tanggung jawab dalam mendampingi pihak-pihak bersengketa untuk beracara di pengadilan berdasarkan fakta.
Berangkat dari hal tersebutlah, Mantan Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah ini, siap maju pantang mundur bersedia menjadi kuasa sebagai pengacara untuk Putri Candrawathi.
Keputusan Febri Diansyah menjadi Pengacara Putri Candrawati, merupakan Pilihan Profesional untuk pendampingan klien secara objektif.
Menurut Febri Diansyah, pendampingan klien secara objektif adalah setia kepada fakta yang benar, tidak membenarkan yang salah dan tidak menyalahkan yang benar.
Febri menyadari, setelah dirinya menjadi kuasa hukum tersangka pembunuhan Brigadir J, Putri Candrawathi, keputusannya ini akan banyak menuai kritikan dan kekecewaan dari berbagai pihak.
Febri Diansyah mengungkapkan, mendapat kuasa sebagai pengacara untuk Putri Candrawathi sejak beberapa minggu lalu dan dirinya bersedia membela Putri, setelah mempelajari perkara tersebut.
“Saya memang diminta bergabung di tim Kuasa Hukum perkara tersebut sejak beberapa minggu lalu. Setelah saya pelajari perkaranya dan bertemu dengan Bu Putri, saya sampaikan bahwa kalaupun saya menjadi kuasa hukum, saya akan dampingi secara objektif,”terang Febri.
Sehingga kata Febri, dia bakal melakukan pembelaan secara objektif. Juga dia akan mengungkapkan fakta jika akan melakukan pembelaan secara faktual.
“Jadi, sebagai advokat saya akan dampingi perkara Bu Putri secara objektif dan faktual,” jelasnya.
Banyak hal yang ia lakukan setelah mendampingi perkara tersebut, ketika berdiskusi dengan Budiman Tanuredjo di video unggahan kanal YouTube Harian Kompas.
Bahkan Febri mengaku, sudah dua kali mengunjungi rumah Magelang.
“Sebagai gambaran, rumahnya seperti rumah klaster yang lingkungannya juga tidak begitu banyak rumah di sana,” jelas Febri, dikutip Suara.com pada Kamis (6/10/2022).
Febri kemudian menjelaskan situasi yang terjadi pada 7 Juli 2022 yang disebut-sebut menjadi cikal-bakal pembunuhan Brigadir J.
“Peristiwa itu terjadi di lantai 2, ada 2 kamar, kamar Bu Putri dan kamar anak. Di depannya itu ada gang kecil dan sudah ada kamar mandi,” jelas Febri.
“Apa yang terjadi di kamar mungkin sekarang hanya bisa diverifikasi dari satu keterangan, Bu Putri, dan asesmen psikologi,” sambungnya.
Namun gambaran peristiwa yang terjadi di rumah Magelang masih bisa di verifikasi lewat hal-hal yang disaksikan di luar kamar.
Menurut Febri, di sana pula Putri Candrawathi ditemukan dalam kondisi setengah pingsan.
“Apa yang terjadi di luar kamar, ketika Bu Putri berada dalam keadaan setengah pingsan pada saat itu, tersandar di dekat kamar mandi di sebelah pakaian kotor, itu terverifikasi dengan keterangan setidaknya dua orang saksi,” tutur Febri.
“Jadi apapun yang terjadi di kamar itu, dugaan adanya dampak terhadap posisi Bu Putri yang setengah pingsan di luar kamar di dekat kamar mandi, itu menjadi catatan kami,” lanjut Febri.
Febri dan rekan-rekan kuasa hukumnya yang lain pun turut memperhatikan sejumlah situasi yang terjadi di lantai bawah rumah Magelang.
“Jadi peristiwa di tanggal 4 juga menjadi perhatian kami, ketika Bu Putri di lantai bawah, begitu juga peristiwa di tanggal 7,” tutur Febri.
Meski begitu, Febri tidak berkenan menyampaikan kesimpulan mengenai apa yang terjadi di rumah Magelang.
“Mungkin terlalu dini kalau kesimpulan itu saya sampaikan sekarang karena ada proses persidangan, di mana kita akan menguji fakta-fakta tersebut,” ujar Febri.
Tapi yang pasti rangkaian keterangan saksi, rangkaian petunjuk, itu menjadi aspek faktual yang menjadi fokus kami untuk ditelusuri lebih jauh,” sambungnya.
Febri juga tak berkenan membuka detail pengakuan yang disampaikan oleh istri Ferdy Sambo itu kepadanya.
Namun ia juga tak mau mengaitkannya dengan pernyataan Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD yang sempat menyebut motifnya hanya patut didengar orang dewasa.
Mantan Juru Bicara (Jubir) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah angkat bicara soal kata objektif dalam keterlibatannya untuk mendapingi kasus istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi.
Menurutnya, pihaknya juga bergabung sebagai tim kuasa hukum untuk Ferdy Sambo, dan kesediaan bergabung, karena Ferdy Sambo bersedia mengungkap fakta terkait dugaan pembunuhan Yosua, untuk itu mereka akan selalu kedepankan Objektif saat Jadi Pengacara Istri Sambo di Kasus Yosua tersebut.
“Perlu bersikap skeptis pada satu informasi, ketika ada informasi harus diverifikasi dengan informasi yang lain, dan akan diuji faktanya kemudian melakukan diskusi dengan berbagai pihak yang punya kompetensi dan keahlian,” ulas Febri Diansyah.
Dikatakan Febri, banyak pertanyaan tentang pendampingan hukum objektif sebagaimana yang ia utarakan dalam keterangan resmi yang menjelaskan bahwa ia telah menerima untuk jadi pengacara Putri Candrawathi.
“Saya menyetujui permintaan menjadi penasihat hukum, pertimbangannya terutama karena Pak Ferdy telah bersedia mengungkap fakta yang sebenarnya yang dia ketahui terkait kasus ini di persidangan nanti,” jelasnya.
Menurutnya, temuan Komnas HAM juga menjadi salah satu pertimbangannya menerima tawaran sebagai pengacara Ferdy Sambo.
Selain itu, dia menyebut Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi merupakan warga negara yang berhak mendapat pembelaan hukum.
“Pertama, Ferdy Sambo Bakal Akui Kesalahan di Sidang Kasus Pembunuhan Brigadir J. Kedua, adanya berbagai dinamika yang terjadi dalam kasus ini, termasuk temuan Komnas HAM. Ketiga, Pak Ferdy dan Bu Putri juga warga negara Indonesia yang punya hak yang sama seperti warga negara lainnya sehingga terlepas dari apa yang disangkakan terhadapnya maka dia juga berhak diperiksa dalam persidangan yang objektif, fair dan imparsial, termasuk mendapatkan pembelaan yang proporsional dari penasihat hukum yang dia pilih. Sebagai penasihat hukum maka tugas kami memastikan proses tersebut,” tukasnya.
Dikatakannya, Sebagai pembuktian dari kata objektif itu, bahwa sudah ada sejumlah hal yang ia lakukan.
“Sebagai bentuk keseriusan kami untuk mendampingi perkara secara objektif, kami telah melakukan sejumlah hal, yaitu melakukan rekonstruksi di rumah di Magelang,” ujar Febri dikutip dari keterangan resminya, Kamis (29/9/2022).
Kemudian, Febri mengaku selain telah bertemu langsung Putri Candrawathi, ia juga telah mempelajari seluruh berkas yang tersedia dan menganalisis keterangan pihak-pihak yang relevan dan mentode pengumpulan fakta lainnya.
Seterusnya, Febri menyebutkan juga telah berdiskuisi dengan lima hali hukum, terdiri dari tiga profesor dan dua doktor ilmu hukum dari empat perguruan tinggi.
“Saya juga telah diskusi dengan lima psikolog, baik guru besar Psikologi, ahli Psikologi Klinis dan Psikologi Forensik,” ungkapnya.
Lalu, Febri mengaku, bahwa ia juga telah mempelajari 21 pokok-pokok perkara pembunuhan dan pembunuhan berencana.
“Saya juga sudah lakukan kekgiatan lain sesuai dengan ruang lingkup pendampingan hukum yang diberikan,” tegasnya.
Mantan pegawai KPK ini juga mengatakan, bahwa pendampingan klien secara objektif ini bertujuan untuk membuka dan mengungkap beberapa hal yang perlu di clear kan, agar fakta dapat dilihat sebagaimana mestinya secara objektif oleh semua pihak dalam fakta persidangan dan hak-hak klien dapat dilindungi.
“Untuk mewujudkan keadilan dan kebenaran maka fakta yang dibawa oleh pengacara, fakta yang dibawa oleh jaksa dan fakta yang dibawa hakim harus dibawa ke tengah untuk diuji sebagai fakta persidangan yang adil dan benar,” paparnya.
Febri berharap, fakta-fakta yang sebenarnya terjadi dengan kliennya itu akan terungkap di Persidangan.
“Karena proses peradilan semua nanti bisa melihat secara proforsional, fakta-fakta yang muncul tersebut, tidak ada justmant sebelum justmant,” ungkap Febri Diansyah.
“Sebelum pengambilan keputusan yang besar, pasti saya terlebih dahulu bicara dengan keluarga, saya bicara dengan Orang Tua, saya bicara dengan Guru-guru saya, jadi itu orang-orang yang saya hormati, setelah itu keputusan baru diambil,” tuturnya.
Febri Diansyah menambahkan, fakta objektif itu tidak langsung dipercaya pada satu informasi saja, perlu di verifikasi dengan informasi lain, seperti adanya pendampingan objektif, fakta kita uji dan kita diskusikan kepada pihak kompeten dan kepada para ahli termasuk kepada para guru besar yang dipercaya komitmen dan integritasnya.
Febri kembali menegaskan, seorang pengacara, tidak membenarkan yang salah, dan menyalahkan yang benar, advokat harus setia pada fakta, tidak mengaburkan masalah, dan mencari-cari alasan membabi buta ketika membela klien.
“Dalam kasus pembubuhan Brigadir J, tidak bicara soal kalah atau menang, tapi mengungkap fakta yang ada, agar dapat dilihat secara objektf oleh semua yang ada di persidangan, termasuk publik, dan tidak terjadi penghakiman sebelum ada putusan hakim,” tutup Febri Diansyah, S.H. mengakhiri.
(Zoelnasti)
Dikutip dari berbagai sumber.