Kamis, September 19, 2024

” MAK ITAM “,The Legend Of Ombilin Coal Mining Town – Sawahlunto

More articles

OCMHS,metrotalenta.online–” MAK ITAM “,The Legend Of Ombilin Coal Mining Town – Sawahlunto,Loko E10 60 atau yang lebih dikenal dengan “Mak Itam” adalah salahsatu produk Lokomotif Uap seri E10 yang diproduksi oleh Maschinenfabrik Esslingen – Jerman tahun 1966 dan dikapalkan ke Indonesia tanggal 21 Oktober 1966. Loko ini adalah kereta uap terakhir yang dibuat di Eropa Barat.

Pada zamannya Lokomotif ini merupakan ikon perkeretaapian di Ranah Minang. Sebagai lokomotif uap bergigi, Loko ini digunakan untuk menarik rangkaian gerbong kereta api bermuatan batu bara dan penumpang di jalur rel bergerigi yang menghubungkan Sawahlunto dengan Padang.

Lokomotif ini menggunakan susunan roda 0-10-0, yang artinya memiliki sepuluh roda penggerak yang digerakkan bersama-sama oleh sebuah batang penggerak. Lokomotif ini mampu menarik kereta api batu bara dengan berat muatan hingga 130 ton. Lokomotif ini memiliki empat silinder yang dua di antaranya merupakan silinder untuk menggerakkan gigi-giginya.

HISTORY

Seiring meningkatnya produksi Batubara dari Tambang Ombilin Sawahlunto, dibutuhkan sarana transportasi yang handal dan sesuai dengan kebutuhan. Staatsspoorwegen ter Sumatra’s Westkust (SSS) Jawatan yang membangun jalur kereta api di pantai barat Sumatera pada tahun 1887 sampai 1896 memutuskan mengganti lokomotif-lokomotif uap tua yang dianggap tidak mampu lagi menarik KA batu bara dengan jumlah gerbong yang banyak.

Lokomotif berukuran besarpun dipilih karena kuat menanjak, berdaya besar, serta mampu menarik lebih banyak gerbong kereta penumpang maupun gerbong bermuatan Batubara.

Lokomotif yang digunakan untuk angkutan Batubara ini awalnya menggunakan nomor seri SSS 104–125 ini diproduksi oleh Esslingen di Jerman serta SLM di Swiss. Semuanya berjumlah 22 unit, dengan rincian SSS 104–112 dan 119–121 diproduksi oleh SLM, Swiss serta sisanya oleh pabrik Esslingen, Jerman. Pengadaan lokomotif ini dilakukan pada tahun 1921, 1926, dan 1928. Lokomotif lainnya yang juga dimasukkan dalam kelas SSS 1xx adalah D18 yang berjumlah 3 unit.

Pasca kemerdekaan RI, 17 unit lokomotif baru ditambahkan dengan menggunakan nomor seri E10, sehingga total unit lokomotif ini adalah 39 unit. Sepuluh unit pertama diproduksi oleh Esslingen; 7 sisanya diproduksi pada tahun 1967 oleh Nippon Sharyo, dan dianggap sebagai lokomotif uap terakhir yang diproduksi oleh Nippon Sharyo. Lokomotif ini beroperasi untuk mengangkut penumpang dan batu bara hingga pertengahan dekade 1980-an.

Untuk Produk Lokomotif seri E10 termasuk Mak Itam (E1060) ini merupakan “Limited Edition” dari pabrikan Esslingen Jerman karena hanya diproduksi sebanyak 5 unit yaitu E1056 s/d E1060 yang dibuat khusus untuk Sumatera Barat (Sebelumnya, tahun 1964 ada 4 buah, E1051-E1054; tahun 1967 ada 7 lagi, semuanya buatan Jepang).

“Limited edition” ini Pernah dioperasikan di sekitar Ambarawa namun kemudian dikirim ke Sumatera Barat karena roda gigi (rack) memiliki ukuran berbeda sehingga tidak bisa difungsikan untuk daerah tersebut.

Ciri dan klasifikasi Lokomotif bergigi (rack):

1. Huruf E dalam pengklasifikasian kereta Api di Jerman menunjukkan bahwa Loko jenis tersebut memiliki 5 sumbu roda penggerak (artinya = 10 roda utama)

2. Dalam sistem Whyte Notation, Mak Itam (E10 60) ini termasuk dalam klasifikasi 0-10-0RT yang artinya Loko tersebut memiliki 10 roda penggerak, tanpa roda depan atau ekor. T berarti tangki, yang menunjukkan bahwa ini adalah Lokomotif / kereta Api Uap.

3. kode R. Kode ini juga memiliki keunikan tersendiri. Ada 2 macam penggunaan kode R, – pertama= Reversed.
Artinya lok ini bisa bergerak dua arah (maju atau mundur) dengan kekuatan serta kecepatan yang sama.
– kedua = Rack.
Loko jenis ini digunakan untuk kereta yang berjalan di rel bergigi.

4. Teknologi 0-10-0 ini mulai diperkenalkan tahun 1905 oleh New York Central.
Teknologi 0-10-0 dianggap tidak bisa berjalan cepat dan bukan “jago tikungan”; sehingga lebih cocok digunakan untuk daerah pegunungan, kereta langsir, atau kebutuhan perjalanan dengan kecepatan rendah lainnya.

Setelah keluarnya varian 0-10-2 dan 2-10-2 (memiliki roda depan dan roda ekor), lok 0-10-0 ini sangat jarang dibuat. Negara Amerika tak lagi memakainya sejak tahun 1950an, Dan di Eropa Barat Loko uap bergigi yang terakhir di produksi dan digunakan adalah jenis Mak Itam ini.

Pada tahun 1984, SLM memproduksi lokomotif diesel bergigi untuk PJKA, BB204, untuk menggantikan lokomotif E10 yang dianggap tidak layak lagi beroperasi.

REAKTIVASI

Tahun 1988, unit lokomotif, E1060 ini diangkut ke Museum Kereta Api Ambarawa untuk dipreservasi sementara “Saudara tuanya”, E1016, diboyong ke Museum Transportasi, Taman Mini Indonesia Indah untuk dijadikan pajangan .

Tahun 2008 , Guna mempromosikan Museum Kereta Api Sawahlunto yang diresmikan penggunaannya, tanggal 17 Desember 2005, Pemerintah Kota Sawahlunto meminta PT Kereta Api Indonesia mengembalikan lokomotif E1060 ke Sumatra Barat. Pemindahan tersebut terlaksana pada tanggal 3 Desember 2007.

Loco E10 saat akan dikirim ke sumatera barat,1966

Pada tanggal 21 Februari 2009, kereta api Mak Itam mulai dioperasikan bersama dengan kereta api wisata Danau Singkarak.
Loko ini pernah dicarter untuk menyambut ajang bersepeda tahunan Tour de Singkarak 2012. Pada saat itu lokomotif ini masih kuat menarik enam unit kereta penumpang yang biasanya dipakai untuk KA wisata Danau Singkarak.

Beberapa lama usai dari perhelatan akbar tersebut, lokomotif ini tak lagi beroperasi dan dikandangkan di Museum Kereta Api Sawahlunto karena kerusakan pada pipa pemanas air.

Setelah sekian lama tak beroperasi, Jum’at (14 Januari 2022) terjalin kesepakatan dengan ditandatanganinya perjanjian kerjasama Penyelenggaraan Perkeretaapian Pada Jalur Kereta Api Sawahlunto – Muaro Kalaban antara pihak Pemerintah Kota Sawahlunto, Balai Teknik Perkeretaapian wilayah Sumatera Bagian Barat dan PT. Kereta Api Indonesia (PERSERO) bertempat di Balairung Rumah Dinas Walikota Sawahlunto,

Kesepakatan kerjasama tiga pihak tersebut di tandatangani oleh Walikota Sawahlunto, Deri Asta, SH, Kepala Balai Teknik Perkeretaapian (BTP) wilayah Sumatera Bagian Barat, Suranto dan Direktur Utama PT. Kereta Api Indonesia (PERSERO) Didiek Hartantyo.

Semoga lengkingan pluit Mak Itam kembali lantang terdengar di kota yang telah mendapat pengakuan UNESCO sebagai Kota Warisan Dunia ” Ombilin Coal Mining Heritage of Sawahlunto.

Sumber referensi =
*https://www.semboyan35.com/showthread.php?tid=1019&page=6&mode=linear
*http://p2kp.stiki.ac.id/id1/2-3060-2956/E10_85154_p2kp-stiki.html
*http://cagarbudaya.kemdikbud.go.id/cagarbudaya/detail/PO2017103100004/lokomotif-uap-e-1060-mak-itam
*http://poenjahamas.blogspot.com/2011/12/lokomotif-e-10.html?m=1
*https://id.m.wikipedia.org/wiki/Lokomotif_E10
*https://www.bahnbilder.de/name/galerie/kategorie/Neueste/hierarchie1/Indonesien/hierarchie2/Dampfloks/digitalfotografie/24.html

* Penyunting = Marjafri
“Komunitas Anak Nagari Sawahlunto.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

iklan

iklan

Latest