Jakarta,metrotalenta.online–Komite II DPD RI menindaklanjuti pengaduan masyarakat di tiga distrik Papua Tengah atas dugaan dampak pencemaran pengelolaan tailing PT Freeport Indonesia. Pengelolaan tailing tersebut dianggap telah menyebabkan tercemarnya habitat sungai, kematian ekosistem sungai, pengendapan sungai dan bahkan pesisir laut.
“Jadi rapat kerja hari ini untuk menindaklanjuti pertemuan yang dilaksanakan di Kabupaten Mimika, Provinsi Papua Tengah pada tanggal 9 Juni 2023 lalu,” ucap Ketua Komite II DPD RI Yorrys Raweyai saat di Gedung GBHN Komplek Parlemen, Jakarta, Senin (11/9).
Yorrys menambahkan bahwa Komite II DPD RI bersama PT Freeport Indonesia, DPR Papua serta kementerian terkait akan berdiskusi dan fokus untuk mencari solusi terkait persoalan-persoalan yang mengemuka tersebut. “Jadi kehadiran Komite II DPD RI untuk mencari solusi bukan menjadi pemantik,” tukasnya.
Sementara itu, Anggota DPD RI asal Provinsi DKI Jakarta Fahira idris menyarankan persoalan limbah itu harus bisa segera diselesaikan secepatnya. Jangan sampai persoalan ini berlarut-larut karena akan berdampak negatif bagi masyarakat. “Seharusnya persoalan limbah ini segera diselesaikan, karena berdampak buruk kepada masyarakat dan ekosistem,” terangnya.
Di kesempatan yang sama, Anggota DPD RI asal Provinsi Sumatera Barat Emma Yohanna mengatakan bahwa PT Freeport Indonesia harus memiliki pendekatan program sesuai dengan budaya yang ada. Artinya, program tailing jangan hanya untuk proyek pembangunan saja. “Jadi PT Freeport bisa menyesuaikan program sesuai dengan budaya yang ada. Jangan hanya proyek-proyek saja,” terangnya.
Pj Gubernur Provinsi Papua Tengah Ribka Haluk menjelaskan pihaknya telah bertindak cepat terkait ada dugaan tailing PT Freeport Indonesia di beberapa distrik. Pihaknya juga telah membentuk tim khusus di tingkat provinsi untuk segera menyelesaikan permasalahan ini. “Persoalan ini memang sudah cukup lama. Jadi hasil dari tim kami, bahwa sampel kami di lapangan sudah di uji coba laboratorium. Jadi tinggal menunggu hasil lab dari PT Freeport Indonesia seperti apa,” lontarnya.
Di tempat yang sama, Plt. Direktur Jenderal Minerba Kementerian ESDM Bambang Suswantono menjelaskan PT Freeport Indonesia telah melaksanakan pemanfaatan tailing untuk pembuatan batako dan paving block. Kemudian batako dan paving block itu dimanfaatkan dalam pembangunan rumah ibadah dan konstruksi jalan untuk masyarakat sekitar dan juga di Sorong, Papua Barat. “PT Freeport Indonesia masih on track dalam pengelolaan tailing sesuai dengan Roadmap Pengelolaan Tailing sampai dengan saat ini. Ini dibuktikan dengan pemantauan kualitas air di titik pemantauan Sungai Banti yaitu Kelapa Lima dan Pandan Lima,” tegasnya.
Selain itu, Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3) Kementerian LHK, Rosa Vivien Ratnawati menjelaskan bahwa pihaknya telah menerbitkan izin pemanfaatan tailing. Pemanfaatan tailing ini mendapat dukungan dari Kementerian BUMN dan Kementerian PUPR melalui surat keputusan bersama Menteri LHK, Menteri PUPR dan Menteri BUMN No.SK.780/Menlhk/Setjen/PLB.3/10/ 2019 tanggal 8 Oktober 2019 tentang Kebijakan Pemanfaatan Tailing PT. Freeport Indonesia. “Dalam rangka pelaksanaan pemanfaatan tailing tersebut, Dirjen PSLB3 telah menerbitkan peraturan Dirjen PSLB3 No. P.1/PSLB3/Set/Kum.1/1/2020 tentang Tata Cara Pemanfaatan Tailing PTFI tanggal 6 Januari 2020,” ujarnya.
Menanggapi pernyataan dari Anggota DPD RI, Presiden Direktur PT. Freeport Indonesia Clayton Allen Wenas mengatakan bahwa pihaknya memiliki dokumen AMDAL 300 K Tahun 1997 yang sudah memprediksi terjadinya pendangkalan di Muara Ajkwa. Pendangkalan itu disebabkan oleh faktor alami akibat tingginya tingkat sedimentasi di wilayah selatan Pulau Papua.
“Material sisa dari hasil pengolahan yang dihasilkan oleh tailing. Tailing tidak memiliki kandungan racun atau mengandung zat-zat yang membahayakan kesehatan manusia secara jangka pendek maupun jangka panjang. Didasarkan pada hasil penelitian dan analisa laboratorium (Test Karakteristik, TCLP, LD50, LC50 Sub Kronik),” ujar Clayton.